Lebaran kurban kali ini terasa beda. Kondisi yang seharusnya penuh keceriaan, justru tak semua merasakannya. PMK, penyakit mulut dan kaki pada hewan ini terasa menukik senyum para petani. Tak sebahagia pasukan berkantong tebal yang mengelilingi bangunan kubus di tanah suci.
Tapi saya percaya, tuhan maha kuasa. Kuasa atas nilai amal dan ibadah hambanya. Siapa tau ganjaran orang yang berjuang memabrurkan ibadahnya, dicap tak lebih dari pejuang nafkah yang terkena musibah PMK, atau penderma kurban di tengah PMK. 
Biarlah itu menjadi otorita Tuhan. Saya tidak akan mencampurinya. Toh ghirah kemengan tampak apik di hari ini. Takbir misalnya. Malam ini ramai tak terkira. Beda dengan sewindu lalu.
Zaman itu takbir di masjid beramai ramai. Tua muda siapa yang mengkasta. Surau pun tak kalah. Ada "tidor", bedug yang dipukul ramai ramai mengiringi teriakan takbir di masjid. Bondong pemuda silih berganti. Sampai pagi. Tak ada Selfi, tak ada histori. Benar saja kala itu bung Karno ingin mencabut Semeru. Pemuda dulu begitu rupanya. Bringas, hitam hitam. Bedug tak salah dipukuli sampai pagi. Bayangkan bila kompeni yang jelas tak berhati. Bisa dipukuli sampai pagi. Dan mati.
Di jalan pun tak kalah ramai. Iringan jalan kaki dengan tabuh musik "pating clotet" menggema. Iringan takbir satu lagu satu nada dari jembatan sampai kuburan. Pasukan topi miring, sarung slempang, sandal jepit. Kompak dan semangat. 
Kalau ada teman cewek sekelas yang cantik melihat di depan rumah, di sapa manis, senyum manis. Ada juga yang sembunyi manis. Tapi Kalau yang melihat emak bapaknya, pura pura jalan tegap sambil memarahi atau mengajari temannya memukul gong. Teman yang dimarahi menggerutu "mertuo diancuk". Sebahagia itu, sesimpel itu.
Tapi malam ini ramainya melebihi jeritan puluhan masjid. Ramai. Tapi dangdut. Tapi dugem. Atau musik apalah. Rombongannya pakai roda besar. Ada sound besar, jenset, petasan. Takbirnya diiringi dengan joged uforia. Kalau ada cewek cantik pamer "ikan pindang" di tepi jalan, joged girangnya tambah khusu'. Takbirnya tambah merdu. petasan tambah dar dor.
Iringan truk beramai ramai, di belakangnya saya amati ada Mbah Karno melintas di depanku. "Moro ndi Mbah", sapa guyonku
Kata mbah "Karno",  "berikan sepuluh pemuda, akan ku "brebeki" seisi dunia".
-01.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar