Menghangat
        Kala itu, di kolam serasa sahdu. Suasananya
tidak seramai bualan “botoh” Calon Bupati. Hanya ada beberapa warga yang “ngalap”
keberuntungan di kolam itu. Yah, keberuntungan. Konon, kolam itu sering jadi
media penyembuhan penyakit, kepenatan sampai biro jodoh. Bahkan, ada banyak
mitos. Mulai makam wali, pemandian ratu dan lain sebagainya. Entahlah, wallahu
a’lam.
Pengunjung wahana air hangat di kolam ini hilir mudik tak henti. Mulai dari alamat orang, tipe orang, sampai rupa orang datang silih berganti. Dari jawa timur sampai jawa tengah, dari anak-anak sampai tua Bangka, dari sehat jinggrang sampai jalannya onggrong-onggrong, dari hijab sampai mana hijabnya. Lengkap.
Kebetulan, saat itu pengunjung di wahana itu sepi tapi kuorum. Saat itu ada perempuan yang memakai baju g-string. Kebetulan bodinya tidak mendukung. Mungkin baru saja melahirkan Caesar atau bahkan belum lahir. Tubuhnya tampak lekukan lemak. Wajahnya mirip glowing ditambah kerudung semampai hingga pundak. Sesekali meredam ke dalam kolam. Legging dorengnya benar benar kuyub.
Saya mengamati sekitarnya. Sebelahku misalnya. Tiba tiba mengguyur badannya dengan air kolam yang panas. Lalu menyelam di dasar kolam. Saya kira dia menggurui. “Luar biasa”, mulaku. Tapi ternyata, setiap kali “mentas” dia memerhatikan perempuan itu. Tak jarang dia menggerutu. Entah apa komat kamitnya. Lalu menyahutku, “mas, dêlokléh, wong kok ngunu antrahane”, saya hanya tersenyum tunduk, “oh, ternyata unjuk pamer to”, bungkamku. Lalu dia menyelam lagi. Di sebelah perempuan tersebut ada laki-laki paruh baya. Plontos. Tidak ada kekar-kekarnya. Rambutnya sudah beruban. Pemuda penyelam itu mengalihkan perhatiannya. Dia pindah memerhatikan lelaki paruh baya disebelah perempuan itu. "sopo mas iku? Bojone?” tanyanya. Belum ku jawab, “opo yo kuat? ra ngarah kuat iku, iyo tara mas”, lagi lagi saya tersipu. Memang begitu gayaku.
Lanjut, teman sebelahku. Awalnya kita fokus untuk foreplay sebelum masuk ke kolam. Wajah tirusnya sudah tidak pantas dicurigai mencuri pandang. “bayyah”, ucapnya. Awalnya saya tidak paham, apa pikirannya. Oh, ternyata… setelah saya tau dia melihat perempuan itu, ...... saya tetap belum paham. entahlah, apa yang dimaksud temanku dari perempuan itu.
        Saya juga membersamai teman ku
disisi berbeda. Mungkin dia paling mungil diantara kita. Tampak dia tolah toleh
menikmati keindahan alam. Pohon rindang dan daun ijuk diatas kolam memang
sejuk. Saya meyakini dia bertasbih merasakan kuasa tuhan diiringi sepoy hangat
hawa kolam itu. Dia mengira semua orang sibuk dengan dirinya masing-masing. Dia
tidak sadar saya mencuri pandang. Ternyata pandangnya tak luput. Selain alam
juga ada keindahan lain yang dilihatnya. Sesekali saya melihat “kolomenjing”nya
menelan ludahnya, sambil melihat perempuan itu. Saya berhusnudlon saja. Mungkin
dia sedang latihan qiro’ dalam hati.
Temanku memang unik-unik. Ada si tirus, ada si mungil. Lalu ada si jumbo. Posisi si jumbo di kolam paling dekat dengan perempuan tersebut di banding dengan pengunjung lain. Tapi mu’taman, fix, dia “lempeng galeng”, tidak mungkin lah dia melirik perempuan itu. Tapi tetap saya memerhatikan. Mulai dari meredam kakinya, Sampai celananya basah. Entah bagaimana caranya, yang diredam kakinya tapi yang basah celananya. Mungkin itu karomah. Lalu tiba-tiba dia menyelam. “Ada apa ini, kenapa tiba tiba menyelam”, tanyaku. Awalnya saya tidak sadar, kenapa dia suka menyelam. Satu kali, dua kali. Ternyata setelah saya “angen-angen” di rumah, saya baru paham. Saat beliau menyelam, dia menghadap ke depan, tapi saat keluar tiba-tiba badannya menghadap ke sisi kiri, sisi dimana perempuan itu berada. Begitu dia mengulanginya lagi. Oh begitu, mungkinkah dia tidak memandang di atas kolam? tapi didalam kolam, juga tetap tidak mencuri pandang?. Tapi prasangkaku, tetap baik. Mungkin begitu caranya, agar anggota tubuhnya merata tersapu air hangat dari sumber dari celana. (eits, salah ketik, maksudnya kolam. Red).
Sementara pengunjung lain juga sering melirik.
Tapi biar lah. Itu hak mereka. Saya tetap suka bergurau tapi bersanad. Kalau
saya memerhatikan malah hal lain, kesendiriannya di tengah kaum bersahwat. Tampak canggung dan
resah. Itu sebabnya dia bergegas mengakhiri kekuyubannya.
Selesai. Satu persatu kami mengakhiri pemandiannya. Saya paling dulu. Saat di
penjual baju, tampak perempuan itu masih sendiri di sebelah toko dengan pakaian
hijab syar’i. Ternyata dia menunggu sang pahlawan nafkah bekerja. Suaminya adalah
tukang pijat disebelah kolam. Begitu ujarnya menjelaskan kesetiaannya.
Selamat beraktifitas. Semoga kita dianugerahi pasangan yang setia dan sholihah
fid dun-ya ilal akhiroh, amin.
cerita ini adalah fiktif. dan tokoh yang diceritakan adalah hanya untuk hiburan. bila ada kesamaan, mohon maaf

Tidak ada komentar:
Posting Komentar