Sabtu, 02 Februari 2019

Wisdom tai

Ketika mengetahui kelemahan suatu sistem, banyak orang yang mengejarnya hingga mereka merasa layak atau pantas tanpa memperbaiki kelemahannya sendiri.

Mungkin benar, lembaga manapun pasti pernah memanipulasi atau mementingkan kepentingan tertentu dan mengalahkan lainnya. Manusiawi. Tapi lebih dari itu, keputusan yang diambil merupakan projek yang perlu dipertanggungjawabkan selayak amal jariyah. Selamanya. 

Ketika berada di posisi yang diuntungkan, memang tidak akan kecewa. Tapi bila sebaliknya? Maka tidak ada keburukan lain yang lebih pantas didoakan atas sebuah kekecewaannya.  Ini lazim. Bahkan sebagian yang lain akan mengekspresikan kedalam tindakan arogan yang entah apa baiknya. 
Kurang bijak. Sepantasnya memahami diri sendiri dengan perspektif lain terlebih dahulu agar memahami persepsi sebuah keputusan. Maka memperbaiki diri dan membuktikan kelayakanmu merupakan tindakan yang lebih penting dari pada sekadar penyesalan, kekecewaan, ataupun arogansi lainnya. Tuhan tidak pernah tidur atau lalai. Waktu pun akan membuktikan kelayakanmu, dan alam akan menggantikan keberuntunganmu di kesempatan lain yang lebih besar. 

Pandangan satu persepsi perlu ditepis. Mana ada dunia selebar daun kelor? Pemikiranmu sama dengan pemikiran yang lainnya, sama dengan semua orang. Salah. Kaprah. Pemikiran satu orang belum tentu sama dengan yang lainnya. Apalagi kelompok tertentu, apalagi sistem tertentu. Belum lagi Pemikiran bersama, juga belum tentu sama dengan satu orang. “Keberagaman adalah anugerah, perlu disukuri”, Kata pepatah. Bau bulsyet. Syukur apanya. Memang benar, pepatah tidak ada yang salah. Ketika keberagaman itu memihak, tanpa sukur pun sudah bahagia. Bila dibalik, keberagamannya membuat tersudut, sulit untuk bersukur. Namun perlu diingat, kebiasaan sosial yang berlaku itu, pemikiran kolektif lebih benar dari pada personal. Teruji.

Hari itu, menurut persepsi pleno bersama, sebuah kebenaran telah diputuskan. Dan akan menjadi beban moral civitas sistem itu. Bila dirimu berkeinginan menjadi bagian suatu sistem, maka itu adalah misi. Tapi jangan lupa, bahwa menuntaskan misi keputusan sistem merupakan tanggungjawab. Bukan sekadar gaya hidup atau formalitas blaka. Keputusan dalam menyelesaikan kewajibanpun adalah legitimasi proses dalam menempuh tujuan sistem. Dibahas bersama, dipertimbangkan bersama, diputuskan bersama, dan semua bertanggungjawab atas hasilnya. 

Bila ternyata keputusan sebuah sistem yang diambil tidak memihakmu, mari “gerayang” dirimu sendiri. Whats happened? Persepsi “daun kelormu” perlu kau ikat di layang-layang yang menjulang tinggi di langit agar engkau tau sebarapa luas pertimbangan lainnya. Bila perlu wisdom, datanglah kepada orang yang lebih hak engkau datangi sebagai peneduh, bukan pengeruh, apalagi kepada kawan sekecewaan. Bila perlu penjelasan, datanglah kepada sistem itu untuk mendapatkan laporan detail. 

Semoga bermanfaat dan tidak menyinggung adanya. 


Suwun. Punten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar