Ehm, pagi ini ada embak veronica “menjumbulkan” hati, tiba
tiba call menawarkan promosi nada sambung. Suaranya empuk dan sedikit
nakal. Saya penasaran. Suara seempuk
itu, Itu orang nya seksi atau gemuk glinuk glinuk? Soalnya saya pernah memiliki
pengalaman masa muda. Ketika zaman belum ada whatsapp, facebook belum ramai
apalagi instagram dan telegram. Ketika itu, marak “njajal” (acak) nomer. Paketan
nya menggunakan paket telepon 999, 99999999 menit. Kalau yang mengangkat
telepon suara laki-laki atau ibu ibu, maka alasannya salah sambung. Kalau yang
ngangkat suaranya empuk, dilanjut sampai gombal mukiyo.
Dan benar, saat itu ada suaranya empuk, renyah, dan merdu. Sehari, dua hari, seminggu lalu sebulan full
telepon. lalu tibalah saat janji ketemuan. Dan tara…. Kejutan. Kejutan yang
lucu. Dan membuat kami dan segrombolan tidak bisa mengahiri tawa bahak kami. Gojlok
rayuan dan ekspektasi membuat kami terjungkal.
Veronica selesai. Saya berniat berangkat kerja tapi tasku
bergetar. handphoneku berbunyi lagi. Saya penasaran, mungkin mbak veronica “kurangen”
(ketagihan) suara merduku. Oh, Ternyata teman karibku sedang kangen denganku.
Baginya hari hari ini adalah masa sulit. Masa dimana dia harus
bertanggung jawab pada tuhan, pada anak orang, pada orang tuanya dan pada
anaknya sendiri. Masa indah disekolah tak menceritakan kisah pahit di masa ini.
Romantika pacaran juga tidak menyinggung masa ini. Masa dimana ekonomi menjadi
tuhan. Masa dimana tuhan sangat jauh untuk dipanggil. Masa dimana pemerintah
serasa dipenuhi politisi “taik”.
Temanku adalah siswa pandai kala itu. Kuliahnya jurusan
teknik sipil. Sebelum menikah dia bekerja sebagai pemborong kontruksi. Pendapatan
besar, sesuai ijazah dan sesuai kegemarannya, benar benar pekerjaan yang
menyenangkan.
Tapi tuhan maha adil, kebijaksanaannya melampaui batas keinginan
dan kebutuhan manusia. Tuhan menjodohkannya dengan anak terakhir seorang ibu
yang taat agama. Step a step b, plan a
dan plan b mulai berguguran. Gagal tidak sesuai rencana. Mulai dari harus
pulang kampung, hidup di desa, bekerja seadanya di rumah. Benar benar tidak
sesuai dengan harapan
Sejak pulang kampung, dia nguli bangunan. Meskipun beliau
lulusan sarjana teknik kampus ternama di negeri ini, beliau tidak gengsi nguli.
Meskipun menggambar kontruksi adalah hobinya, beliau rela di ajari mandor bau
kencur. Meskipun sering menangani anggaran besar, beliau tidak riskan menerima
gaji kurang dari uang merah.
Di negeri ini, Kesana kemari tanpa ada birokrasi orang dalam,
dan biaya suap tidak ditemukan pekerjaan yang layak. Hari ini genap setahun usia
anaknya. Dia bekerja membangun kafe karaoke di kabupaten sebelah. Bukan pemborong,
tapi kuli. Tempat karaoke itu memiliki karyawan cantik lebih dari 100 orang.
Mulanya, temanku itu pecandu rokok, tapi sejak bekerja di
kafe (kuli), dia berhenti merokok. Hobinya berubah. “Nginceng purel”. Kalau pas
yang di intip berbuat senonoh, dia nyebut “astaghfirullah masyaallah”. Ngelus dada.
lalu digilir temannya yang mengintip. “Pengen tara?”, tanyaku nyeletuk. “sido bosok
uripku”, sentakknya.
